Senin, 08 Juli 2013

http://www.youtube.com/watch?v=op3A-RKBzFk&list=PL15EBBC3899C5503A&index=34

Kamis, 22 September 2011

Makalah Upah Mengupah


UPAH MENGUPAH

A.    Sejarah Upah Mengupah
            Upah menurut keputusan menteri tenaga kerja dan transmigrasi Nomor 102 Tahun 2004 adalah hak yang diterima pekerja dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja yang dibayarkan berdasarkan perjanjian atau kontrak kerja karena jasa yang diberikannya. Majikan sebagai pemberi kerja bertanggung jawab sepenuhnya untuk membayar upah pekerjanya, baik dalam kondisi untung ataupun sedang merugi.
            Model upah seperti ini telah dikenal lama jauh sebelum masuknya agama islam. Dalam banyak cerita tarikh islam, Muhammad semasa kecil pernah bekerja sebagai pengembala kambing bagi penduduk Mekah dengan imbalan upah. Bahkan, setelah dewasa Muhammad beberpa kali melakukan transaksi untuk menjalankan barang dagangan Khodijah dengan imbalan upah seekor unta yang masih muda dalam setiap kali perjalan ke kota-kota dagang. Setelah Muhammad dikenal oleh penduduk Mekah dengan kerajinan dan kejujuran serta integritasnya yang tinggi, maka reputasinya sebagai pedagnag menjadi semakin baik. Reputasi ini telah menarik minat Khodijah untuk lebih mempercayakan barang dagangannya kepada Muhammad. Al-Allamah Adz-Dzahabi telah meriwayatkan dari cerita Muhammad: “... Saya telah dua kali melakukan perjalanan dagang untuk Khodijah dan mendapatkan upah dua ekor unta betina dewasa.“ [1]
            Selain model hubungan pekerja-majikan dengan sistem upah sebagaimana telah di uraikan, waktu itu dikenal pula model yang menggabungkan upah dengan bonus prestasi kerja. Dalam suatu kesempatan, Khadijah setuju mempekerjakan Muhammad untuk membawa barang-barang dagangannya ke Syam dengan upah yang telah ditentukan. Karena prestasi dan kejujurannya, Muhammad berhasil menjual barang-barang Khadijah dengan memberi lebih banyak keuntungan dibandingkan yang pernah dilakukan orang lain sebelumnya. Dari prestasinya tersebut, Khadijah kemudian memberikan sebagian keuntungan yang lebih banyak daripada yang telah disepakati sebelumnya (Siddiqi, 1992:52).[2]
B.     Pengertian Upah Mengupah
            Menurut Dewan Penelitian Perupahan Nasional, upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pemberi kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah dan akan dilakukan, berfungsi sebagai jaminan kelangsungan hidup yang layak bagi kemanusiaan dan produksi, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan, undang-undang dan peraturan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi dan penerima kerja.
            Hadits Rasulullah saw tentang upah yang diriwayatkan oleh Abu Dzar bahwa Rasulullah s.a.w bersabda :
Mereka (para budak dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah menempatkan mereka di bawah asuhanmu; sehingga barang siapa mempunyai saudara di bawah asuhannya maka harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya (sendiri); dan tidak membebankan pada mereka dengan tugas yang sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas seperti itu, maka hendaklah membantu mereka (mengerjakannya).” (HR. Muslim).
            Dari hadits di atas, maka dapat didefenisikan bahwa Upah adalah imbalan yang diterima seseorang atas pekerjaannya dalam bentuk imbalan materi di dunia (Adil dan Layak) dan dalam bentuk imbalan pahala di akhirat (imbalan yang lebih baik).[3]
            Upah mengupah (ijaratu al-ajir) adalah memberikan suatu jasa (berupa tenaga maupun keahlian) pada pihak tertentu dengan imbalan sejumlah upah (ujrah). Upah mengupah disebut juga dengan jual beli jasa. Misalnya ongkos kendaraan umum, upah proyek pembangunan, dan lain-lain.
Pada dasanya pembayaran upah harus diberikan seketika juga, sebagaimana jual beli yang pembayarannya waktu itu juga. Tetapi sewaktu perjanjian boleh diadakan dengan mendahulukan upah atau mengakhirkan. Jadi pembayarannya sesuai dengan perjanjiannya. Tetapi kalau ada perjanjian, harus segera diberikan manakala pekerjaan sudah selesai. Nabi bersabda: "Upah harus diberikan sebelum peluhnya kering."
            Kematian orang yang mengupah atau diupah tidak membatalkan akad pengupahan. Artinya, kalau orang yang mengupah mati, padahal permintaannya sudah dikerjakan oleh orang yang diupah, keluarganya wajib memberikan upahnya. Tetapi kalau orang yang diupahnya mati sebelum menerima upahnya, ahli warisnya menerima upahnya. Tetapi kalau mati sebelum menyelesaikan pekerjaan, urusannya di tangan Allah.
            Dalam transaksi ini, bentuk pekerjaan (al-‘amal dan al-juhd), lamanya pekerjaan (muddatu al-‘amal) dan upah (ujrah) harus jelas. Rasullullah SAW berkata:”Apabila salah seorang diantara kalian mempekerjakan seseorang, maka hendaknya memberitahukan upahnya kepada orang itu”,
Ketidakjelasan dalam ijarah hukumnya fasad.
C. Rukun Upah Mengupah
1. Musta’jir (pihak tertentu baik perorangan, perusahaan/kelompok maupun negara sebagai pihak yang mengupah )
2. ajir (orang yang diupah).
            Baik ajir maupun musta’jir tidak diharuskan muslim. Islam membolehkan seseorang bekerja untuk orang non muslim atau sebaliknya mempekerjakan orang non muslim.
3. Shighat (akad)
            Syarat ijab qabul antara ajir dan musta’jir sama dengan ijab qabul yang dilakukan dalam jual beli.
4. Ujrah (upah)
            Dasar yang digunakan untuk penetapan upah adalah besarnya manfaat yang diberikan oleh pekerja (ajiir) tersebut. Bukan didasarkan pada taraf hidup, kebutuhan fisik minimum ataupun harga barang yang dihasilkan. Upah yang diterima dari jasa yang haram, menjadi rizki yang haram.
5. Ma'qud alaihi (barang yang menjadi Obyek)
            Sesuatu yang dikerjakan dalam upah mengupah, disyaratkan pada pekerjaan  yang dikerjakan dengan beberapa syarat. Adapun salah satu syarat terpenting dalam transaksi ini adalah bahwa jasa yang diberikan adalah jasa yang halal.
Dilarang memberikan jasa yang haram seperti keahlian membuat minuman keras atau membuat iklan miras             (untuk paling sedikit ada 10 kegiatan bertalian yang dilarang Islam, sementara untuk riba ada empat pihak yang dilaknat: pemberi,penerima,pencatat dan saksi) dan sebagainya.[4]
            Asal pekerjaan yang dilakukan itu dibolehkan Islam dan aqad atau transaksinya berjalan sesuai aturan Islam. Bila pekerjaan itu haram, sekalipun dilakukan oleh orang non muslim juga tetap tidak diperbolehkan. 
         Rasullullah Muhammad saw. sendiri diriwayatkan pernah meminta orang yahudi sebagai penulis dan penterjemah. Juga pernah meminta orang musyrik sebagai penunjuk jalan
         Abu Bakar dan Umar Bin Khattab pernah meminta orang Nashrani untuk menghitung harta kekayaan.
         Ali bin Abi Thalib diminta oleh orang yahudi untuk menyirami kebun dengan upah tiap satu timba sebutir kurma.
D. Syarat Ujrah (upah)
Para ulama menetapkan syarat upah, yaitu:
  1. Berupa harta tetap yang dapat diketahui
  2. Tidak boleh sejenis dengan barang manfaat dari ijarah, seperti upah menyewa rumah untuk ditempati dengan menempati rumah tersebut.[5]
E. Hukum upah-mengupah
            Upah mengupah atau ijarah ‘ala al-a’mal, yakni jual beli jasa, biasanya berlaku dalam beberapa hal seperti menjahitkan pakaian, membangun rumah, dan lain-lain. Ijarah ‘ala al-a’mal terbagi dua, yaitu:
  1. Ijarah khusus
            Yaitu ijarah yang dilakukan oleh seorang pekerja. Hukumnya, orang yang bekerja tidak boleh bekerja selain dengan orang yang telah memberinya upah.
  1. Ijarah musytarik
            Yaitu ijarah dilakukan secara bersama-sama atau melalui kerja sama. Hukumnya dibolehkan bekerja sama dengan orang lain.[6]

F. Tanggung jawab yang disewa (Ajir)
  1. Ajir Khusus
            Ajir khusus, sebagaimana dijelaskan di atas adalah orang yang bekerja sendiri dan menerima upah sendiri, seperti pembantu rumah tangga. Jika da barang yang rusak, ia tidak bertanggungjawab untuk menggantinya.
  1. Ajir Musytarik
            Ajir musytarik, seperti para pekerja di pabrik, para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan tanggung jawab mereka.
  1. Ulama Hanafiyah, jafar, Hasan Ibn Jiyad, dan Imam Syafi’i
            Pendapat yang paling sahih adalah mereka tidak bertanggung jawab atas kerusakan sebab kerusakan itu bukan disebabkan oleh mereka, kecuali bila disebabkan oleh permusuhan.
  1. Imam Ahmad dan dua sahabat Imam Abu Hanifah
            Mereka berpendapat bahwa ajir bertanggung jawab atas kerusakan jika kerusakan disebabkan oleh mereka walaupun tidak sengaja, kecuali jika disebabkan oleh hal-hal yang umum terjadi
  1. Menurut ulam Malikiyah
            Pekerja bertanggungjawab atas kerusakan yang disebabkannya walaupun tidak disengaja atau karena kelalainnya. Hal ini didasarkan pada hadits dibawah ini:
“Rasulullah bersabda, “Tangan yang mengambil bertanggungjawab sampai membayarnya”(HR. Ahmad dan Ashab Sunan yang empat).[7]
G. Perubahan dari Amanah menjadi Tanggung jawab
            Sesuatu yang ada di tangan ajir, misalnya kain pada seseorang penjahit, menurut ulam Hanafiyah dianggap sebagai amanah. Akan tetapi, amanah tersebut akan berubah menjadi tanggung jawab bila dalam keadaan berikut:
  1. Tidak menjaganya
  2. Dirusak dengan sengaja. Dalam ajir musytara, apabila murid ajir ikut membantu, pengajarnyalah yang bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
  3. Menyalahi pesanan penyewa[8]
H. Gugurnya upah
            Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan upah bagi ajir, apabila barang yang ditangannya rusak.
            Menurut ulama Syafi’iyah, jika ajir bekerja di tempat yang dimiliki oleh penyewa, ia tetap memperoleh upah. Sebaliknya, apabila barang berada di tangannya, ia tidak mendapatkan upah. (Asy-Syrazi, Op.Cit, juz 1, hlm. 409) pendapat tersebut senada dengan pendapat ulama hanabilah (Ibn Qudamah, Op. Cit, juz V, hlm. 487).
Ulama Hanafiyah juga hamper senada dengan pendapat di atas. Hanya saja diuraikan lagi:
  1. Jika benda ada ditangan ajir
  • Jika da bekas pekerjaan, ajir berhak mendapatkan upah sesuai bekas pekerjaan tersebut.
  • Jika tidak ada bekas pekerjaan, ajir berhak mendapatkan upah atas pekerjaannya sampai akhir
  1. Jika benda berada di tangan penyewa. Pekerja berhak mendapat upah setelah selesai bekerja
I. Pengekangan Barang
            Ulama Hanafiyah membolehkan ajir untuk mengekang barang yang telah ia kerjakan, sampai ia mendapatkan upah. Akan tetapi, jika dalam masa pengekangan, barang tersebut rusak, ia harus bertanggung jawab.[9]
J. Kerja sama Model Upah
            Konsep islam menekankan bahwa tenaga kerja merupakan mitra dalam berproduksi. Sebagai mitra usaha maka kedudukan pengusaha dengan pekerjanya adalah seimbang. Firman Allah menyatakan bahwa ” di hadapan Allah manusia itu pada hakikatnya adalah sama, yang membedakannya hanyalah derajat ketaqwaannya”. Firman Allah tersebut menunjukkan bahwa dalam agama islam dikenal konsep yang menekankan adanya kesetaraan diantara sesama manusia, adanya kesetaraan ini merupakan wujud terjadinya keseimbangan hubungan antara pekerja dengan majikannya. Oleh karena itu, islam sangat menafikan terjadinya hubungan yang tidak seimbang diantara sesama manusia. Dalam hal ini, islam mengakui bahwa hubungan pekerja dengan majikan adalah hubungan kemitraan dalam suatu produksi, dengan demikian islam menganggap penting kebijakan tentang pengupahan. Pandangan islam menekankan, bahwa upah harus ditetapkan melalui suatu cara yang paling layak tanpa adanya tekanan dari suatu pihak kepada pihak yang lain. Masing-masing pihak memperoleh bagian yang sah dari usahanya tanpa disertai sikap dzalim terhadap pihak yang lainnya. Pekerja berhak memperoleh upah sesuai dengan kontribusinya, sedangkan majikan berhak pula menerima keuntungan sesuai proporsi dari modalnya.
            Hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Al-Bukharin (Afzalurrahaman, 2000) menyatakan: “berikanlah makanan dan pakaian kepada para pelayan dan budak-budak sesuai dengan kebiasaan yang lazim, dan bebanilah mereka dengan beban pekerjaan yang mampu mereka pikul “. Hadis ini dengan jelas menunjukkan adanya larangan melakukan eksploitasi terhadap tenaga yang bekerja untuk kepentingan majikan. Upah yang diberikan haruslah upah yang layak, agar dapat memenuhi kebutuhan dasar pekerja sesuai dengan taraf hidupnya. Untuk menentukan tingkat upah yang layak dalam suatu negara maka penting ditetapkan adanya tingkat upah minimum.
            Guna memenuhi prinsip-prinsip keadilan dalam masyarakat muslim, upah haruslah ditentukan melalui negosiasi antara pekerja, majikan, dan negara. Menurut Qaradhawi (2001), kepentingan para pekerja dan majikan harus diperhitungkan secara adil sampai ada keputusan tentang upah. Tugas negara adalah memastikan bahwa upah tidak ditetapkan terlalu rendah sehingga menafikan kebutuhan hidup pekerja. Sebaliknya, upah juga tidak ditentukan terlalu tinggi sehingga menafikan bagian untuk majikan. Untuk mendapatkan tingkat upah yang layak, maka peran negara yang paling menentukan adalah adanya upah minimum denagn mempertimbangkan kebutuhan yang senan tiasa berubah-ubah. Tingkat upah minimum ini secara berkala harus ditinjau ulang untuk dilakukan penyesuaian terhadap adanya perubahan tingkat harga serta biaya hidup.[10]
K. Upah dalam Pekerjaan Ibadah
            Upah dalam perbuatan ibadah (ketaatan) seperti sholat, puasa, haji dan membaca Al-Qur’an di perselisihkan kebolehannya oleh para ulama, karena berbeda cara pandang terhadap pekerjaan-pekerjaan ini
            Mazhab Hanafi berpendapat bahwa ijarah dalam perbuatan taat seperti menyewa orang lain untuk shalat, puasa, haji, atau membaca Al-Qur’an yang pahalanya di hadiahkan kepada orang tertentu, seperti kepada arwah ibu bapak dari yang menyewa, adzan, komat, dan menjadi imam, haram hukumnya mengambil upah dari pekerjaan tersebut karena Rasulallah SAW. Bersabda:
“Bacalah olehmu Al-Qur’an dan jangan kamu (cari) makan dengan jalan itu”.
“Jika kamu mengangkat seseorang menjadi Mu’adzin, maka janganlah kamu pungut dari adzan itu suatu upah”.
            Perbuatan seperti adzan, komat, shalat, haji, puasa, membaca Al-Qur’an dan dzikir tergolong perbuatan untuk taqarrab kepada Allah karenanya tidak boleh mengambil upah untuk pekerjaan itu selain dari Allah.
            Hal yang sering terjadi di beberapa daerah di Negara Indonesia, apabila salah seorang muslim meninggal dunia, maka orang-orang yang ditinggal mati (keluarga) memerintah kapada para santri atau yang lainnya yang pandai membaca Al-Qur’an di rumah atau di kuburan secara bergantian selama tiga malam bila yang meninggal belum dewasa, tujuh malam bagi orang yang meninggal sudah dewasa dan adapula bagi orang-orang tertentu mencapai empat puluh malam. Setelah selesai pembacaan Al-Qur’an pada waktu yang telah ditentukan, mereka diberi upah alakadarnya dari jasanya tersebut.
            Pekerjaan seperti ini batal menurut hukum Islam karena yang membaca Al-Qur’an bila bertujuan untuk memperoleh harta maka tak ada pahalanya. Lantas apa yang akan dihadiahkan kepada mayit, sekalipun membaca Al-Qur’an niat karena Allah, maka pahala pembacaan ayat Al-Qur’an untuk dirinya sendiri dan tidak bisa diberikan kepada orang lain, karena Allah berfirman: “Mereka mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang ia kerjakan” (Al-Baqarah: 282).
            Dijelaskan oleh Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqh Sunnah, para ulama memfatwakan tentang kebolehan mengambil upah yang dianggap sebagai perbuatan baik, seperti para pengajar Al-Qur’an, guru-guru di sekolah dan yang lainnya dibolehkan mengambil upah karena mereka membutuhkan tunjangan untuk dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, mengingat mereka tidak semapat melakukan pekerjaan lain seperti dagang, bertani dan yang lainnya dan waktunya tersita untuk mengajarkan Al-Qur’an.
            Menurut Mazhab Hanbali bahwa pengambilan upah dari pekerjaan adzan, komat, mengajarkan Al-Qur’an, fiqh, hadits, badal haji dan puasa qodo adalah tidak boleh, diharamkan bagi pelakunya untuk mengambil upah tersebut. Namun, boleh mengambil upah dari pekerjaan-pekerjaan tersebut jika termasuk kapada mashalih, seperti mengajarkan Al-Qur’an, hadits dan fiqh, dan haram mengambil upah yang termasuk kepada taqarrub seperti membaca Al-Qur’an, shalat, dan yang lainnya.
            Mazhab Maliki, Syafi’i dan Ibnu Hazm membolehkan mengambil upah sebagai imbalan mengajarkan Al-Qur’an dan ilmu-ilmu karena itu termasuk jenis imbalan perbuatan yang diketahui dan dengan tenaga yang diketahui pula.
            Ibnu Hazm mengatakan bahwa pengambilan upah sebagai imbalan mengajar Al-Qur’an dan pengajarna ilmu, baik secara bulanan maupun sekaligus karena nash yang melarang tidak ada.
            Abu Hanifah dan Ahmad melarang pengambilan upah dari tilawah Al-Qur’an dan mengajarkannya bila kaintan pembacaan dan pengajarannya dengan taat atau ibadah. Sementara Maliki berpendapat boleh mengambil imbalan dari pembacaan dan pengajaran Al-Qur’an, adzan dan badal haji.
            Imam Syafi’i berpendapat bahwa pengambilan upah dari pengajaran berhitung, khat, bahasa, sastra, fiqh, hadits, membangun masjid, menggali kuburan, memandikan mayit, dan membangun madrasah adalah boleh.
            Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa pengambilan upah menggali kuburan dan membawa jenazah boleh, namun pengambilan upah memandikan mayit tidak boleh.
L. hak Menerima Upah Bagi Musta’jir adalah sebagai berikut.
  • Ketika pekerjaan selesai dikerjakan, beralasan kepada hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah, Rasulullah SAW. Bersabda: “Berikanlah upah sebelum keringat pekerja itu kering”.
  • Jika menyewa barang, uang sewaan dibayar ketika akad sewa, kecuali bila dalam akad ditentukan lain, manfaat barang yang diijarahkan mengalir selama penyewaan berlangsung.[11]















DAFTAR PUSTAKA

Jusmaliani. 2008. Bisnis Berbasis Syariah. Jakarta: Bumi Aksara
Syafei, H. Rachmat, 2001. Fiqh Muamalah, Bandung: CV. Pustaka Setia.
Suhendi, H. Hendi, 2010. Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hlm119-121
http://ilmumanajemen.wordpress.com/2009/06/20/pengertian-upah-dalam-konsep-islam/



[1]Afzalurrahman, 2000: 9
[2] Jusmaliani. 2008. Bisnis Berbasis Syariah. Jakarta: Bumi Aksara hlm 48-49
[3] http://ilmumanajemen.wordpress.com/2009/06/20/pengertian-upah-dalam-konsep-islam/
[4] Syafei H. Rachmat’, 2001. Fiqh Muamalah, Bandung : CV. Pustaka Setia, hlm. 129
[5] Syafei H. Rachmat’, 2001. Fiqh Muamalah, Bandung: CV. Pustaka Setia, hlm. 129
[6] Syafei, H. Rachmat’, 2001. Fiqh Muamalah, Bandung: CV. Pustaka Setia, hlm.134
[8] Syafei’, H. Rachmat, 2001. Fiqh Muamalah, Bandung: CV. Pustaka Setia, hlm.134-135
[9] Syafei’, H. Rachmat, 2001, Fiqh Muamalah, Bandung: CV. Pustaka Setia, hlm.135
[10] Jusmaliani. 2008. Bisnis Berbasis Syariah. Jakarta: Bumi Aksara hal 51-52
[11] Suhendi, H. Hendi, 2010. Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hlm119-121

Makalah Manajemen

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang  Masalah
Berawal dari ‘sekadar’ ingin memperluas target market, Tolak Angin membuat terobosan baru dengan melakukan premiuminasi. Iklan yang semula dibintangi oleh Basuki, selanjutnya digantikan oleh grup band Dewa 19, Titiek Puspa, Agnes Monica, dan budayawan Butet Kertaradjasa yang memeng sudah dikenal oleh masyarakat. Tagline pun berarti “Orang pintar minum Tolak Angin.”
    Usaha PT. Sido Muncul untuk menarik minat kalangan menengah atas agar mau membeli salah satu produk unggulannya ini tak melulu berisi perubahan isi iklan, tetepi juga dibarengi dengan inovasi lain yang dianggap mendukung. Inovasi yang dimaksud disini antara lain adalah pembangunan pabrik dengan standard Good Manufacturing Process (GMP), adanya upaya agar produk Tolak Angin naik kelas menjadi obat herbal yang berstandard dan tidak hanya dikenal sebagai  jamu, juga pendekatan melalui seminar. Seminar yang mengundang para dokter anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini dilakukan dalam rangka mengomunikasikan upaya pencapaian Tolak Angin sesuai standard produk farmasi.
Meski tidak mudah dan sempat di pandang sebelah mata oleh berbagai pihak, langkah Tolak Angin dalam melakukan rebranding ini pada akhirnya menunjukkan hasil yang cukup signifikan. Selain berhasil mendongkrak omset hingga 40% pada tahun 2006 lalu, dengan adanya pabrik yang baru diresmikan pada tahun 2007 kapasitas produksi  Tolak Angin mencapai 40 juta bungkus setiap bulannya.
Prestasi lainnya, bersama  dengan Kuku Bima yang juga produk unggulan PT. Sido Muncul, Tolak Angin berhasil meraih Top Brand Award 2008 versi majalah marketing pada bulan Februari tahun ini. Sekedar informasi, ini adalah untuk kedua kalinya penghargaan ini diraih oleh Tolak Angin dan Kuku Bima.
Untuk memperolehnya, Sido Muncul harus menempatkan merek bukan hanya sebagai identitas namun sekaligus juga menjadikannya sebagai ekuitas yang tinggi bagi perusahaan dalam rangka mempertahankan image dan loyalitas jangka panjang. Karena merek terkuat adalah merek yang selama bertahun-tahun mampu menempatkan diri pada posisi puncak, baik dalam top of market share ,top of mind share, maupun top of commitment share. Top Brand Award sendiri merupakan anugerah tersendiri bagi sebuah merek yang diberikan oleh sebuah majalah marketing berdasarkan riset nasional yang dilakukan oleh Frontier Consulting Group, di enam kota besar di Indonesia, yakni Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar, dengan melibatkan 3000 responden.
Tak hanya itu, sebelumnya Tolak Angin juga berhasil meraih Cakram Award, ICSA (Indonesian Customer Satisfaction Index) 2007, serta Sertifikat Obat Herbal Terstandar (OHT). ICSA merupakan penghargaan atas meningkatnya kepercayaan konsumen terhadap produk Tolak Angin melalui komunikasi iklannya. Sedang sertifikat OHT diperoleh sebagai tanda bahwa produk Tolak Angin telah memenuhi prosedur standardisasi penggunaan bahan-bahan dan uji pre klinis, sesuai regulasi yang dicanangkan oleh Badan POM RI.
B.    Permasalahan
Bergantinya ambassador serta tagline Tolak Angin rupanya cukup ramai dibicarakan. Tak hanya oleh para ahli (komunikasi) periklanan, orang awam pun ikut nimbrung perihal ini. Sebagian memandang sinis, sebagian lainnya memuji. Meminjam kalimat seorang blogger di dunia maya: “ Iklan Tolak Angin dengan slogannya ‘ orang pintar minum tolak angin’ memang seharusnya mengusik kita untuk berfikir kalu gitu jamu apa yang bisa diminum oleh orang yang gak pintar…”
Pro dan kontra terhadap tagline yang diusung oleh Tolak Angin rupanya ditangkap dengan sangat cermat oleh Bintangin, sang competitor yang berada dibawah bendera Bintang Toedjoe, hingga berhasil membuat tagline dalam bentuk ‘ Mau minum jamu masuk angin aja kok mesti pintar’. Bagaimana Tolak Angin menanggapi hal ini? Inilah permasalahan utama yang menurut saya merupakan fenomena menarik untuk dikaji disini.









BAB II
PROFIL PT. SIDO MUNCUL


2.1. Sejarah Berdirinya Perusahaan
PT. Sido Muncul bermula dari sebuah industri rumah tangga pada tahun 1940, dikelola   oleh Ibu Rahkmat Sulistio di Yogyakarta, dan dibantu oleh tiga orang karyawan. Banyaknya permintaan terhadap kemasan jamu yang lebih praktis, mendorong beliau memproduksi jamu dalam bentuk yang praktis (serbuk), seiring dengan kepindahan beliau ke Semarang , maka pada tahun 1951 didirikan perusahan sederhana dengan nama SidoMuncul yang berarti "Impian yang terwujud" dengan lokasi di Jl. Mlaten Trenggulun. Dengan produk pertama dan andalan, Jamu Tolak Angin, produk jamu buatan Ibu Rakhmat mulai mendapat tempat di hati masyarakat sekitar dan permintaannyapun selalu meningkat.
     Dalam perkembangannya, pabrik yang terletak di Jl. Mlaten Trenggulun ternyata tidak mampu lagi memenuhi kapasitas produksi yang besar akibat permintaan pasar yang terus meningkat, dan di tahun 1984 pabrik dipindahkan ke Lingkungan Industri Kecil di Jl. Kaligawe, Semarang.
            Guna mengakomodir demand pasar yang terus bertambah, maka pabrik mulai dilengkapi dengan mesin-mesin modern, demikian pula jumlah karyawannya ditambah sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan ( kini jumlahnya mencapai lebih dari 2000 orang ).
            Untuk mengantisipasi kemajuan dimasa datang, dirasa perlu untuk membangun unit pabrik yang lebih besar dan modern, maka di tahun 1997 diadakan peletakan batu pertama pembangunan pabrik baru di Klepu, Ungaran oleh Sri Sultan Hamengkubuwono ke-10 dan disaksikan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan saat itu, Drs. Wisnu Kaltim.
            Pabrik baru yang berlokasi di Klepu, Kec. Bergas, Ungaran, dengan luas 29 ha tersebut diresmikan oleh Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia, dr.
            Achmad Sujudi pada tanggal 11 November 2000. Saat peresmian pabrik, SidoMuncul sekaligus menerima dua sertifikat yaitu Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) setara dengan farmasi, dan sertifikat inilah yang menjadikan PT. SidoMuncul sebagai satu-satunya pabrik jamu berstandar farmasi. Lokasi pabrik sendiri terdiri dari bangunan pabrik seluas 7 hektar, lahan Agrowisata ,1,5 hektar, dan sisanya menjadi kawasan pendukung lingkungan pabrik.
 Secara pasti PT. SidoMuncul bertekad untuk mengembangkan usaha di bidang jamu yang benar dan baik. Tekad ini membuat perusahaan menjadi lebih berkonsentrasi dan inovatif. Disamping itu diikuti dengan pemilihan serta penggunaan bahan baku yang benar, baik mengenai jenis, jumlah maupun kualitasnya akan menghasilkan jamu yang baik.
            Untuk mewujudkan tekad tersebut, semua rencana pengeluaran produk baru selalu didahului oleh studi literatur maupun penelitian yang intensif, menyangkut keamanan, khasiat maupun sampling pasar. Untuk memberikan jaminan kualitas, setiap langkah produksi mulai dari barang datang , hingga produk sampai ke pasaran, dilakukan dibawah pengawasan mutu yang ketat.
Seluruh karyawan juga bertekad untuk mengadakan perbaikan setiap saat, sehingga diharapkan semua yang dilakukan dapat lebih baik dari sebelumnya.
     Untuk industri jamu, Sido Muncul tergolong salah satu pemain besar. Pemain  lainnya adalah Nyonya Meneer, Air Mancur, Jamu Jago, dan lain-lain. Sido Muncul tumbuh rata-rata sebesar 30-40 persen setiap tahunnya. Tahun ini perusahaan menargetkan penjualan senilai Rp 180-200 miliar. Jumlah ini diakui Irwan jauh lebih kecil dari salah satu perusahaan suplemen minuman yang mematok target hingga Rp 400 miliar.
            Industri jamu nasional diperkirakan beromset sekitar Rp 2,5 triliun tetapi dengan jumlah pelaku yang luar biasa banyaknya, yakni sekitar 650 perusahaan. Bandingkan dengan industri farmasi yang hanya memiliki 250 pemain tetapi dengan omset Rp 16-18 triliun.
 Meski demikian, mendapatkan Kehati Award, merebut predikat perusahaan teladan, merupakan penghargaan yang lebih dari apa pun bagi Irwan Hidayat dan seluruh karyawan PT Sido Muncul. Menurut dia kesempatan untuk mendapatkan keuntungan atau profit opportunity jauh lebih bernilai dari sekadar untung yang dinilai dengan uang. (profit money). Dan lebih menyedihkan lagi jika kehilangan kesempatan atau lost opportunity daripada kehilangan uang (lost money).
Penyakit Degeneratif
     PT Sido Muncul dikenal sebagai perusahaan keluarga. Irwan Hidayat merupakan pewaris perusahaan bersama keempat adiknya. Namun oleh keluarganya dirinya diserahi tanggungjawab mengelola perusahaan dengan sebaik-baiknya.
PT Sido Muncul kini memiliki serangkaian produk dengan jumlah keseluruhan tidak kurang dari 150 produk yang dapat dibagi atas produk jamu generik dan branded (bermerek). Untuk jamu generik jumlahnya lebih dari 100 produk. Sedangkan yang branded di antaranya Kuku Bima, Tolak Angin, Kunyit Asam, Jamu Komplet, Jamu Instan, STMJ, Anak Sehat, dsb. Produk-produk keluaran Sido Muncul hadir di berbagai kota dan diedarkan oleh tidak kurang dari 60 distributor.
            Tidak puas dengan apa yang ada saat ini, Irwan dan Sido Muncul bertekad untuk terus mengembangkan produk jamu yang dapat menyembuhkan penyakit degeneratif seperti darah tinggi, kencing manis, hipertensi, asam urat, kolesterol, dll. Direncanakan, pada saat ulang tahun perusahaan di bulan November mendatang, Sido Muncul akan menggelar seminar dalam rangka peluncuran (launching) semua produk hasil penelitian perusahaan.
Inovasi
     Sebagai entitas bisnis yang terus ingin melangkah maju, Sido Muncul meletakkan basis performa perusahaan kepada inovasi. Bicara urut-urutannya, Irwan menerangkan bahwa yang pertama adalah komitmen. Kalau orang memiliki komitmen, dia akan menghasilkan konsentrasi dan kreativitas. Dan kalau kreatif dirinya akan inovatif. Dan jika inovatif akan menghasilkan perbaikan (improvement). Tak mengherankan manajemen menghabiskan biaya yang tidak sedikit untuk riset dan pengembangan.
Irwan mengaku bahwa Sido Muncul banyak menggantungkan hidup perusahaan terhadap penelitian. Tahun ini anggaran penelitian mencapai Rp 3 miliar. Cukup besar untuk ukuran industri jamu saat ini.
           ”Itu kami lakukan karena kami melihat itu untuk kepentingan konsumen. Bagaimana kami membuat konsumen percaya kepada kami melalui penelitian. Sekaligus juga membantu memberi kontribusi bagi masyarakat,” katanya menambahkan.
Untuk menjamin ketersediaan bahan baku, Sido Muncul menjalin kemitraan dengan petani. Namun perusahaan tetap memprioritaskan standar bahan baku yang baik. Ditegaskan oleh Irwan, suplai bahan baku 99 persen berasal dari dalam negeri. Ia percaya bahwa alam Indonesia merupakan pabrik alam yang luar biasa kaya akan sumber daya alam.
     Dalam menetapkan sasaran atau target perusahaan yang ia pimpin, Irwan tidak menetapkan sasaran yang muluk-muluk. Yang terpenting baginya, semua dilakukan dengan sungguh-sungguh dan yang dilakukan itu harus benar.
Jelas sekali ia tidak mau konyol. Misalnya penelitian harus dilakukan sejak sekarang. Sebab jika tidak, sepuluh tahun lagi orang lain melakukan penelitian dan Sido Muncul kalah. Itu sangat tidak ia inginkan.
            Ia juga sadar visi perusahaan yakni memberi manfaat bagi masyarakat dan negara, dapat saja berubah pada suatu saat. Ia mengandaikan, jikalau hukum dan kepastian di Indonesia sudah jelas, barangkali pada saat itu Sido Muncul akan bersikap lebih rasional lagi dan menetapkan visi menjadi perusahaan jamu yang terbesar di dunia. Tetapi dengan kondisi di Indonesia saat ini, menjadi perusahaan yang membawa manfaat adalah visi yang cocok dan realistis.
”Political Will”
           Salah satu keinginan Irwan dan terutama bagi Sido Muncul adalah meningkatkan citra atau image industri jamu. Ia sepenuhnya sadar bahwa industri jamu sering disebut industri tradisional. Citra di mata masyarakat jamu itu tidak ilmiah.
Sadar akan hal ini Sido Muncul tampil dengan promosi yang menarik. Salah satunya adalah menghadirkan pengamat ekonomi Renald Kasali dalam iklan mereka.
”Apa yang saya lakukan itu adalah bagian dari meningkatkan kepercayaan, bagaimaan membuat orang percaya pada produk jamu. Makanya bintangnya adalah Renald Kasali.
           Nah kalau Pak Renald mau tentunya orang berpikir, kok mau ya. Ternyata Pak Renald tidak salah pilih dengan membintangi salah satu perusahaan teladan,” ujarnya sambil tertawa.
           Ia percaya industri jamu bisa dikembangkan lebih jauh. Sekarang jamu bukan bagian dari sistem pelayanan kesehatan. Seharusnya ada kemauan politik atau political will untuk menjadikan pengobatan alternatif sebagai bagian dari sistem pelayanan kesehatan kita. Ini berbeda dengan Cina yang memasukkan pengobatan alternatif sebagai bagian dari sistem pelayanan kesehatan negara itu. Untuk memajukan industri jamu, Pemerintah dituntut untuk menyederhanakan prosedur seperti uji klinis yang selama ini terkesan berbelit-belit, memakan waktu lama dan mahal.
Irwan Hidayat sangat mempercayai bahwa usaha bisnis Sido Muncul di industri jamu akan berlangsung baik. Alasannya?
          ”Saya percaya apa saja yang membawa manfaat itu pasti langgeng. Kalau tidak membawa manfaat jangan harap bisa langgeng. Apalagi kalau hanya berpikir mengeruk keuntungan dan merugikan konsumen,” katanya dengan tegas.
2.2. Visi dan Misi Perusahaan
Visi PT. Sido Muncul
    Menjadi perusahaan terkemuka yang memberikan pelayanan terpadu pada mata rantai bisnis penyediaan barang.
Misi PT. Sido Muncul
            Mampu mendekatkan diri untuk mengerti adanya perubahan kebutuhan dan harapan dari pelanggan dengan motto “tiada jarak dengan pelanggan dengan tanggapan yang reaktif”.
1.     Menanggapi  dengan cepat setiap perubahan yang dinamis dalam hubungannya dengan pemenuhan permintaan (penyingkatan waktu).
2.    Melakukan pengiriman barang dengan waktu yang efektif dan harga yang kompetitif melalui integrasi mata rantai penyediaan yang efektif.
Menyatukan semua komponen dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang dimaksu

 2.3. Produk-Produk PT. Sido Muncul
     Kuku Bima
Type: Serbuk         Kuku Bima Ener-G
Type: Botol
     Kuku Bima Ginseng
Type: Serbuk         Kuku Bima TL
Type: Serbuk
     Kuku Bima TL Plus Tribulus
Type: Serbuk         Tolak Angin
Type: Saset
     Tolak Angin Anak
Type: Fls         Tolak Angin Ekstra Hangat
Type: Tablet
     Tolak Angin Flu
Type: Fls         Tolak Angin Permen
Type: Tablet Hisap
2.4.    Data Laporan Keuangan PT. Sido Muncul
PT. SIDO MUNCUL
LAPORAN LABA RUGI
Pendapatan dari penjualan                                                                                                                             
   Penjualan                                                                         Rp. 18.000.000,00
   Retur penjualan                                                                           100.000,00                                  Potongan penjualan                                                                        200.000,00 -    
   Penjualan bersih                                                               Rp. 17.700.000,00
Harga pokok penjualan                                                                                                  
   Persediaan awal                                     Rp. 600.000,00
   Pembelian bersih                               Rp. 11.925.000,00 +
   Barang dagang tersedia untuk dijual  Rp. 12.525.000,00
   Persesdiaan akhir                                Rp.   1.000.000,00 -
HPP                                                                                       Rp. 11.525.000,00 -
Laba kotor                                                                             Rp.   6.175.000,00
Beban operasi
   Beban asuransi                                    Rp. 200.000,00
   Beban penyusutan peralatan kantor                                   Rp. 100.000,00
   Beban umum lain-lain                         Rp. 470.000,00 +
   Total beban operasi                                                            (Rp. 770.000,00) +
Pendapatan bersih                                                                 Rp. 5.405.000,00



















BAB III
PEMBAHASAN

3.2    Analisis Penggunaan Selebritis Sebagai Endorser Terhadap Brand Assosiation Produk Jamu Tolak Angin Sido Muncul
      Trend hidup masyarakat dalam bidang pengobatan agaknya sudah mulai bergeser dari pengobatan modern menuju ke pengobatan tradisional.Masyarakat mulai menyukai menggunakan ramuan-ramuan tradisional daripada obat-obat kimia.banyak faktor yang mempengaruhi salah satunya adalah harga obat-obat kimia yang semakin mahal. Gaya hidup “back to nature” ini membuat persaingan bisnis jamu menjadi semakin ketat,banyak produsen jamu berlomba-lomba untuk dapat memenangkan persaingan dan memperoleh konsumen atau pangsa pasar baru. Penggunaan media-media baik melalui media cetak (surat kabar,majalah,tabloid) maupun media elektronik (televisi,radio) serta media internet akan dimanfaatkan secara optimal guna mengembangkan usaha atau bisnisn
     Persaingan dunia usaha yang semakin ketat khususnya dalam bidang pengobatan mengharuskan para produsen jamu bersaing di pasar untuk mempertahankan produknya. Pemasaran yang terjadi saat ini merupakan pertempuran persepsi konsumen dan bukan lagi sekedar pertempuran produk. Produk yang memiliki kualitas, model dan features yang relatif sama dapat memiliki kinerja yang berbeda da pasar, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan persepsi di benak konsumen. Salah satu aset yang dapat digunakan untuk membangun persepsi adalah merek (brand). Menurut Kotler (1997),  merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi hal-hal tersebut yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing.
Setiap pemain pasar dituntut untuk bisa memperlihatkan identitas produknya (merek) dibanding dengan pesaing. Basis pembeda ini sangat penting karena basis pembeda  ini akan digunakan konsumen untuk memilih suatu merek daripada produk yang lain. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menekankan basis pembeda adalah melalui brand association. Brand association adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek (Aaker, 1991: 109).
Brand association sebagai salah satu bagian dari brand equity dapat menjadi pijakan konsumen dalam melakukan keputusan pembelian dan dapat meningkatkan loyalitas konsumen pada merek tersebut. Perusahaan juga dapat menggunakan brand association untuk menetapkan positioning produknya
Asosiasi-asosiasi terhadap suatu merek (brand association) jumlahnya sangat banyak, tetapi tidak semuanya mempunyai makna yang berarti. Kumpulan asosiasi yang mempunyai makna akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image (Aaker, 1991 : 109). Brand image yang positif adalah berbagai asosiasi merek sesuai harapan pemilik merek. Tentunya untuk mendapatkan brand image positif sesuai harapan pemiliknya, harus dilakukan upaya untuk mengarahkan persepsi-persepsi yang diharapkan muncul dan terkait dengan merek tersebut. Persepsi-persepsi yang diharapkan itu harus, dikomunikasikan secara konsisten di benak target pasar.
Keadaan tersebut disadari benar oleh produsen jamu Tolak Angin Sidomuncul. Oleh sebab itu PT. Sidomuncul melakukan basis pembeda dengan brand association yaitu melalui penggunaan selebritis sebagai endorser. PT. Sidomuncul gencar dalam melakukan strategi komunikasinya yaitu dengan mengadakan kampenye iklan di televisi untuk mempromosikan produk mereka dan sekaligus juga menggarap pasar menengah atas.
           Perubahan yang cukup besar dan melawan arus telah dilakukan oleh PT. Sido Muncul dengan mencoba menggarap pasar menengah keatas melalui perubahan strategi komunikasi. Pada bulan juli tahun 2001 PT. Sido Muncul mengeluarkan iklan Tolak Angin versi “Orang Pintar”. Pesan yang disampaikan melalui slogannya “orang pintar minum Tolak angin” sangat terlihat jelas ditunjukkan untuk pasar menengah atas.                         Perubahan strategi komunikasi dilakukan dengan cara mengganti bintang iklannya yang lebih menyasar segmen menengah kebawah seperti Nunung,doyok dan Polo dengan Sophia Latjuba sebagai endorser. Konsep iklan juga dirubah jika sebelumnya iklan Tolak Angin lebih bertema lelucon, diubah dengan mulai menampilkan modernisasi pabrik dan informasi bahwa Tolak Angin juga ada di luar negeri. Pemilihan Sophia Latjuba sebagai endorser jamu Tolak Angin berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh PT. Sido muncul. Artis Sophia Latjuba dianggap dapat diterima oleh semua kalangan baik kalangan atas maupun kalangan bawah, selain itu Sophia juga merupakan sosok wanita indo yang modern hal ini dimaksudkan untuk mempengaaruhi konsumen dimana kultur orang Indonesia yang masih westrn minded.untuk semakin merangkul kalangan menengah atas PT. Sido Muncul menggunakan Rhenald Kasali, Wynne Prakusya dan Setiawan Djodi sebagai endorser Tolak Angin versi “orang pintar”.
Pemilihan selebriris sebagai endorser harus dipehatikan oleh pemasar untuk dapat menyelaraskan citra artis dengan citra produk. Ada banyak faktor yang menentukan sukses tidaknya sebuah produk, namun penggunaan artis memang bisa menjadi salah satu faktor terutama sifatnya sebagai endorser atau pendorong agar konsumen mau membeli. Penggunaan selebritis sebagai bintang iklan bertujuan untuk memperoleh perhatian dari masyarakat yang pada akhirnya akan mendatangkan tanggapan positif. Dalam pandangan masyarakat kita, selebritis masih dianggap menjadi seorang panutan dalam penggunaan produk dan sangat dikagumi. Penelitian membandingkan bahwa dampak pengiklanan dengan atau tanpa selebritis ditemukan dengan keberadaan selebritis tersebut mempunyai nilai positif (Schiffman,1997). Model iklan yang menarik dan populer bisa menambah kepercayaan akan produk,yang pada akhirnya mampu “memaksa” khalayak sasaran untuk membeli (menurut riset John S. Coulson,patner communication workshop,Inc,dalam buku manajemen periklanan Rhenald Kasali). Data menunjukkan dari perubahan iklan yang dilakukan oleh PT. Sido Muncul mampu menaikan tingkat penjualan,yaitu dalam tempo empat sampai lima bulan terjadi kenaikan dari 1,5 juta sachet menjadi 6 juta sachet (Manajemen juli 2002:13).
Masyarakat diajak untuk berpartisipasi dalam menentukan sikap atau pilihan akan produk-produk yang ditawarkan. Sehingga strategi komunikasi yang disampaikan lewat

iklan harus dibuat semenarik mungkin untuk menarik perhatian masyarakat. Mengingat iklan pada dasarnya adalah segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan lewat media yang ditujukan pada sebagian atau seluruh masyarakat. (Kasali,1992). Iklan merupakan salah satu jalan menuju pangsa pikiran konsumen, sehingga periklanan sangat penting karena faktor pendeknya daya ingat manusia. Konsumen selalu dijejeli dengan berbagai informasi baru,sehingga harus selalu dilakukan suatu usaha yang dapat membuat produk perusahaan selalu diingat oleh konsumen. Sehingga citra produk yang ingin disampaikan oleh perusaahaan lewat iklan sesuai dengan citra produk yang dipersepsi oleh konsumen. Dengan perubahan besar yang dilakukan PT. Sido Muncul dengan mengganti bintang iklan yang dianggap konsumen sebagai panutan kelas atas apakah akan saangat berdampak positif.
3.3    Tolak Angin VS Bintangin
Duel maut yang terjadi antara Tolak Angin dengan Bintangin memang bukan berita baru, karena sudah berlangsung sejak awal tahun 2008 lalu. Keinginan Bintangin untuk ‘menyerang’ tagline yang disuguhkan oleh Tolak Angin pada satu sisi sebenarnya adalah hal yang cukup cerdas. Namun masalahnya, bagaimana jika ternyata target konsumen justru menganggap bahwa usaha Bintangin ini malah mengarahkan mereka pada iklan Tolak Angin yang telah dibuat sebelumnya?
Alih-alih berhasil, Bintangin justru meneguhkan peran Tolak Angin sebagai jamunya orang pintar. Ini dapat dilihat dari adanya beberapa pernyataan (calon) konsumen yang saya cantumkan kembali disini: “ Bintangin meledek Tolak Angin dengan iklan yang tidak terlalu lucu dan terkesan maksa, namun memiliki makna yang dalam. Apalagi iklan Bintangin ditutup dengan slogannya ‘kalo yang ini semua bisa minum’.”
“Motto Tolak Angin ‘orang pintar minum Tolak Angin’ kurang lebih begitu intinya. Motto Bintangin ‘gak harus pintar untuk minum Bintangin’ kurang lebih begitu isinya.” “Orang pintar minum Tolak Angin. Adalah bahasa iklannya jamu Tolak Angin dari Sido Muncul. Kompetitornya, Bintang Toedjoe dengan Bintangin-nya, juga bikin bahasa iklan tandingan kira-kira seperti ini: Tidak perlu pintar untuk minum obat anti masuk angin.” Yang menarik, dengan adanya iklan Bintangin, konsumen sasaran justru kembali teringat oleh tagline yang sudah lebih dulu diusung oleh Tolak Angin. Kalimat ‘Orang pintar minum Tolak Angin’ seolah diiklankan kembali oleh pihak yang notabene adalah competitor. Belum lagi pilihan kata “…kurang lebih begitu isinya” dan “ …bahasa iklan tandingan kira-kira eperti ini…” yang menunjukkan bahwa (sebagian atau seluruh) khalayak justru kurang benar-benar menyimak tagline Bintangin.
Tambahan lain, dari hasil penelusuran yang saya lakukan di sebuah situs local yang memuat suara konsumen di Indonesia, diperoleh setidaknya 43 komentar yang ditulis untuk menanggapi produk maupun iklan Tolak Angin ini. Dari 43 komentar, ada sekitar 8 tulisan yang secara langsung menanggapi tagline Tolak Angin yang baru secara positif. Ini artinya, secara umum tanggapan terhadap iklan relative baik, menimbang komentar awal ditulis sejak tahun 2003 (Alm) Basuki ‘Srimulat’ lah yang masih menjadi brand ambassador produk ini dengan tagline “Wes ewes ewes… bablas angine”.
Terhadap produk, konsumen juga memberikan tanggapan yang cenderung positif, terlihat dari rata-rata nilai yang diberikan oleh konsumen terhadap produk. Ini menunjukkan bahwa secara umum konsumen merasa puas terhadap produk Tolak Angin. Kalupun ada kelemahan, sebagian konsumen mengkritisi rasa ( karena tidak suka kandungan jahe yang terdapat didalamnya.
Jika dikaitkan dengan kerangka teori yang telah saya paparkan sebelumnya, maka jelaslah sudah bahwa pada dasarnya yang ingin dilakukan olh Tolak Angin adalah pembelajaran terhadap konsumen mereka. Dipilihnya Dewa 19, Titik Puspa, Agnes Monica, dan Butet Kertaradjasa dianggap mampu merepresentasikan ‘orang pintar’ yang minum Tolak Angin sehingga diharapkan mampu menggiring kalangan menengah atas (premium) untuk turut mengonsumsi produk ini.
Meski sempat goyah akibat serangan yang diberikan oleh Bintangin, Tolak Angin rupanya dengan cukup cekatan membentengi diri dari serangan tersebut dengan meralat taglinenya menjadi: Orang pintar pilih yang benar, orang pintar minum tolak angin.
Gambaran pabrik jamu milik Sido Muncul yang telah mengalami modernisasi (sebagian tenaga manusia digantikan oleh tenaga mesin yang serba praktis dan massif) ikut ditampilkan dalam iklan, seolah Tolak Angin ingin ditegaskan sebagai jamu yang memang telah berstandard farmasi. Sehingga tagline ‘Orang pintar pilih yang benar…’ dirasa sangat mewakili visualisasi tersebut.
            Acara Sarasehan Budaya sekaligus Peluncuran Iklan TV Tolak Angin “Indonesia Truly Indonesia” yang menampilkan Agnes Monica dan Butet Kertaradjasa sebagai Brand Ambassador pada bula Desember 2007.
Keputusan Tolak Angin untuk memproduksi iklan “Indonesia Truly Indonesia” pun dipuji oleh banyak kalangan sebagai langkah yang tepat untuk mencitrakan Sido Muncul, dalam hal ini diwakili Tolak Angin, sebagai perusahaan yang peduli akan permasalahan social. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Sambil beriklan komersil, Tolak Angin juga melakukan Corporate Social Responsibility (CSR) nya dengan mengajak masyarakat untuk turut melestarikan budaya bangsa agar tidak diklaim sebagai milik bangsa lain.
Dari segi pembelajaran perilaku (Behavioral Learning), produk yang tidak mengalami perubahan atau tambahan atribut sedikitpun serta digambarkan berkhasiat menyambuhkan penyakit masuk angin. Untuk menghindari kejenuhan target konsumen terhadap repitisi iklan yang ditampilkan, secara berkala dibuatlah variasi iklan, yang awalnya menunjukkan pergantian tagline (Subtantive Variations), lalu kemudian dilanjutkan dengan pergantian Brand Ambassador (cosmetics Variations).
Meski tidak melakukan perluasan jenis produk (Stimulus Generalizations), Tolak Angin justru mempertimbangkan Stimulus Discriminations dengan berusaha meraih pasar yang selama ini kurang tersentuh oleh produk jamu sejenis milik competitor, apalagi kalau bukan dengan pemilihan tagline yang menjadi positioning sekaligus product differentiation-nya. Dengan demikian, cognitive learning pun mau tidak mau ikut tersentuh menimbang perubahan perilaku konsumen bukan tanpa dilandasi oleh perubahan kepercayaan maupun pengetahuan mereka terhadap suatu produk, baik setelah terjadi informationprocessing maupun consumer involvement.




BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Jika sudah demikian, apalagi yang perlu dilakukan. Menurut saya pribadi, Tolak Angin boleh saja melakukan premiumisasi, Bintangin pun berhak menyerang tagline competitornya. Toh keputusan pembelian pada akhirnya berada di tangan konsumen. Maka, tak bisa tidak, hanya konsumen yang berhak menentukan pilihan sikap dan perilakunya, tentunya setelah para marketer berusaha sekuat tenaga melakukan pembelajaran terhadap (calon) konsumen mereka.
Namun yang perlu ditinjau kembali adalah bentuk pembelajaran yang telah dilakukan oleh Tolak Angin, yang bisa saya katakan berhasil. Karena, pada satu sisi, Tolak Angin berusaha menarik minat kalangan menengah atas untuk ikut mengonsumsi jamu, yang selama ini dikenal sebagai konsumsi kelas menengah ke bawah itu sendiri.
   




DAFTAR PUSTAKA

Schiffman, Leon G. dan Leslie Lazar Kanuk. 2004. Consumer Behavior. New Jersey: Pearson..
 http://ipk4cumlaude.wordpress.com/2008/01/08/orang-pintar-minum-tolak-angin/,
http://sidomuncul.com/newsdetail.php,